KENAIKAN BBM YANG SEMAKIN MENYENGSARAKAN RAKYAT


oleh Boy Hadi Kurniawan


Direktur Consist (Center for Empowerement Training and Strategic Studies)

Untuk ke sekian kalinya Pemerintah rezim Jokowi kembali menaikkan harga BBM. Tepatnya hari Sabtu tanggal 3/9/2022 jam 14.30 wib. Pertalite yg semula harganya Rp.7650/liter sekarang naik jadi Rp. 10.000/liter. Solar dari 5.150 naik jadi Rp 6800/liter. Harga Pertamax naik dari Rp. 12.500/liter jadi Rp. 14.500/liter. Sebelum nya bahan bakar premium "diam-diam" juga sudah menghilang dari Peredaran di masyarakat. 

Alasan kenaikan BBM subsidi ini menurut keterangan Pemerintah karena gejolak harga minyak mentah dunia dan penurunan kurs rupiah. Sehingga subsidi BBM menjadi semakin besar mencapai 502.4 triliun bahkan bisa lebih menurut hitung-hitungan Menkeu Sry Mulyani. Akibatnya pemerintah memutuskan mengurangi/mencabut subsidi BBM. Padahal trend minyak dunia saat ini mengalami penurunan.

Banyak pihak yg kontra menolak kenaikan BBM ini. Survey LSI menyatakan 58.7 % masyarakat menolak kenaikan BBM. Disisi lain juga ada berita viral yg kontradiktif dgn kebijakan Pemerintah yaitu SPBU Vivo diserbu masyarakat karena harga BBM Ron 89 dijual disana hanya Rp 8900/liter jauh lebih murah dari pertalite yg seharga Rp. 10.000/liter. Tentu hal ini menjadi tanda tanya masyarakat kenapa SPBU Vivo bisa menjual BBM yg lebih murah dari Pertamina?Setelah berita itu viral barulah pemerintah menyuruh agar SPBU Vivo juga menaikkan harganya. 

Apalagi kenaikan BBM kali ini juga dengan lonjakan yg cukup besar terutama BBM yg dipakai oleh masyarakat menengah bawah seperti Pertalite dari Rp 7650 ke Rp.10.000 ada kenaikan Rp. 2350/liter atau 30.7%. Kemudian solar naik sebesar Rp 1650/liter atau sekitar 32%. Sedangkan Pertamax hnya naik Rp 2000/liter atau 16%. Kemudian yg diturunkan justru hrga BBM non subsidi yg mampu dipakai selama ini oleh kalangan menengah atas yaitu Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex. Jadi seakan, pemerintah lebih memperhatikan kalangan menengah atas dibandingkan kalangan menengah bawah. 

Kemudian kenaikan harga BBM yg cukup drastis ini juga ditengah kondisi masyarakat yg masih terdampak akibat wabah Covid 19 selama 2 tahun ini. Sebelumnya juga terjadi inflasi pada beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat dan trasnportasi. Ketidakmampuan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs rupiah dijadikan kambing hitam untuk mencabut subsidi pada masyarakat. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan semakin besar nya penderitaan masyarakat karena kenaikan hrga BBM ini. 

Inflasi yg sudah ada tentu akan semakin meningkat lagi. Sementara daya beli masyarakat tidak naik. Maka kemiskinan dan pengganguran diprediksi oleh para ekonom juga semakin meningkat. Karena kenaikan biaya produksi akibat biaya energi yg semakin tinggi maka perusahaan akan melakukan rasionalisasi dgn menghentikan rekrutmen karyawan baru atau bahkan mengurangi karyawan lama/Pemutusan hubungan kerja. 

Sedangkan disisi lain proyek-proyek besar dan mercusuar pemerintah seperti pemindahan ibu kota negara dan proyek proyek lainnya tetap terus dilanjutkan. Hutang negara juga semakin menggunung. Hal ini yg membuat kita semakin miris dan sedih. Apakah pemerintah betul betul memikirkan kepentingan rakyat kecil?

Untuk mengatasi dampak pencabutan subsidi BBM ini, pemerintah jokowi menjanjikan akan memberikan bantuan langsung tunai totalnya sebesar 24.17 triliun untuk 20.57 juta warga miskin serta 16 juta pekerja bergaji Rp 3.5 juta ke bawah. Mereka akan menerima bantuan BLT sebesar Rp.600.000 selama 4 bulan.

Namun apakah bantuan jangka pendek sebesar Rp 600.000 selama 4 bulan itu akan cukup mengimbangi dampak inflasi, peningkatan kemiskinan dan pengangguran yg akan ditimbulkan dalam jangka panjang?Jelas jumlah sebesar itu tidak akan memadai bagi masyarakat dan tidak imbang dengan dampak jangka panjang yg ditimbulkan. Sehingga kebijakan ini hanya memberikan kenikmatan sesaat dan kesengsaraan yg lebih panjang. Wallahu alam bishshawab

Komentar