𝐒𝐞𝐫𝐢𝐚𝐥: 𝐀𝐃𝐀𝐁 𝐁𝐄𝐑𝐓𝐄𝐌𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐍 𝐁𝐄𝐑𝐔𝐊𝐇𝐔𝐖𝐖𝐀𝐇 (7)

𝐒𝐞𝐫𝐢𝐚𝐥: 𝐀𝐃𝐀𝐁 𝐁𝐄𝐑𝐓𝐄𝐌𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐍 𝐁𝐄𝐑𝐔𝐊𝐇𝐔𝐖𝐖𝐀𝐇

Oleh: Irsyad Syafar

𝟕. 𝐏𝐄𝐑𝐁𝐀𝐍𝐘𝐀𝐊𝐋𝐀𝐇 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐊𝐀𝐓 𝐉𝐀𝐔𝐇𝐈 𝐏𝐄𝐑𝐒𝐄𝐋𝐈𝐒𝐈𝐇𝐀𝐍

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐭𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐮𝐡𝐢 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐞𝐥𝐢𝐬𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐲𝐢𝐚𝐫 𝐈𝐬𝐥𝐚𝐦

Allah Swt menyeru orang-orang yang beriman agar bersatu, saling dekat, satu kalimat, satu barisan dan menjauhi perselisihan, pertikaian dan perpecahan. Dan bersaudara itu adalah nikmat yang sangat mahal dari Allah Swt:

﴿ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴾ (آل عمران: 103).

Artinya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (QS Ali Imran: 103).

Ukhuwwah Islamiyah itu sangat mahal. Tidak bisa dibayarkan dengan materi apapun. Maka harus dijaga agar tidak tergores ataupun retak. Banyak berdebat dan berselisih adalah salah satu yang paling rentan dalam ukhuwwah. Karena perselisihan itu seringkali merusak hati. Dan bila hati sudah saling tidak enak atau tergores, akan susah memulihkan dan menyatukannya kembali. Allah Swt menggambarkan mahalnya ulfah (kedekatan) antara sesama muslim itu dalam firmanNya:

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا مَّآ أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٌ. (الأنفال: 63).

Artinya: "Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana." (QS AL Anfal: 63).

Walaupun dibayar dengan seluruh kekayaan bumi, belum tentu kita bisa membuat hati orang-orang menjadi bersatu dan saling dekat. Akan tetapi, dengan izin Allah dan rahmatNya, kita bisa akrab dan merasa nyaman dengan saudara-saudara kita. 

𝐋𝐚𝐧𝐝𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐮𝐭𝐚𝐦𝐚 𝐮𝐤𝐡𝐮𝐰𝐰𝐚𝐡 𝐢𝐭𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚, 𝐦𝐚𝐤𝐚 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐞𝐥𝐢𝐬𝐢𝐡

Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain. Ikatan yang mengikat antara sesama mereka adalah ikatan cinta karena Allah. Karena bersaudara, maka tidak layak dan tidak elok sesama saudara berselisih apalagi sampai bertengkar. Walaupun kita sedang dalam kebenaran, bila mampu menghindari perselisihan, lakukanlah itu. Rasulullah Saw menjanjikan hadiah rumah di tepi surga bagi yang mau meninggalkan berdebat, walaupun dia yang benar:

عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِيْ رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ. (رواه ابوداود).

Artinya: Dari Abu Umamah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan dusta meskipun bersifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik." (H.R. Abu Daud).

Bila seorang muslim senantiasa ingat dan memandang muslim yang lain sebagai saudara, maka ia akan menahan diri untuk berselisih dengannya. Kalaupun ada perbadaan pendapat atau cara pandang terhadap sesuatu, maka ia akan berusaha mencari titik temu dan sisi persamaannya. Sebaliknya bila dipandang sebagai musuh atau saingan baginya, maka sekecil apapun perbedaan akan sangat mudah memicu perdebatan. 

𝐄𝐟𝐞𝐤 𝐧𝐞𝐠𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐞𝐥𝐢𝐬𝐢𝐡

Umat Islam itu akan kuat bila bersatu dan saling menguatkan, walaupun dalam kondisi jumlah yang minoritas. Itu sudah terbukti sepanjang sejarah perjuangan kaum muslimin semenjak masa Rasulullah Saw. Akan tetapi kekuatan itu akan sirna, dan umat menjadi lemah disebabkan karena pertikaian (perselisihan) sesama mereka. Allah Swt berfirman:

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ. (الأنفال: 46).

Artinya: "Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al Anfal: 46).

Berdebat dan berbantah-bantahan juga akan menyebabkan umat jatuh ke dalam kesesatan. Padahal sebelumnya sudah dalam petunjuk dan bimbingan dari Allah Swt. Namun gara-gara banyak berdebat yang tidak berujung, jadi tersesat. Rasulullah Saw bersabda:

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً. (رواه الترميذي وابن ماجه).

Artinya: "Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian Beliau membaca (ayat):'Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Imam Al Baihaqi meriwayatkan dalam syu'abul iman bahwa Nabi Sulaiman 'alaihis sallam pernah mengatakan kepada anaknya bahwa berdebat itu sangat sedikit manfaatnya dan menimbulkan permusuhan:

يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ. (رواه البيهقي).

Artinya: "Wahai anakku, tinggalkanlah mira' (jidal) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara." (HR Baihaqi).

Abdullah bin Mas'ud pernah pergi haji di masa Khalifah Utsman bin 'Affan. Ketika itu ia shalat sebagai makmum di belakang Utsman yang tetap melaksanakan shalat sempurna 4 rakaat dan tidak mengqasharnya. Sebenarnya Ibnu Mas'ud tidak sependapat dengan Ustman. Ia berpendapat harusnya shalat dua rakaat saja (mengqashar). Sehingga ada yang bertanya kepada beliau:

عِبْتَ عَلَى عُثْمَانَ ثُمَّ صَلَّيْتَ أَرْبَعًا، قَاَلّ: الخِلاَفُ شَرٌّ. (رواه أبو داود).

Artinya: "Engkau tidak sependapat dengan Utsman, tapi engkau tetap shalat empat rakaat?" Ia menjawab: "Berselisih itu buruk." (HR Abu Daud).

Maka Ibnu Mas'ud menahan diri untuk memaksakan pendapatnya yang lebih kuat, dan mau menyepakati pendapat yang kurang kuat, demi menghindari perselisihan. Sebab perselisihan itu buruk. Tentunya memperselisihkan hal-hal yang masih dalam batas-batas syariat Islam. Adapun yang sudah jelas-jelas haram atau terlarang, tentu tidak masuk dalam kontek di atas. Tidak boleh berdamai dan bersatu dengan melakukan sesuatu yang pasti haram.

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐞𝐩𝐚𝐤𝐚𝐭 𝐢𝐭𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐡

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam berbagai kondisi dan ragam interaksi sesama kaum muslimin akan ada saja perbedaan cara pandang tentang suatu tema. Baik karena faktor perbedaan pemahaman, atau terbatasnya informasi, atau sudut pandang yang memang tidak sama. Akan tetapi bila semangat kebersamaan dan persatuan yang selalu diusung, maka akan menghadirkan keberkahan dan ada saja jalan keluarnya.

Keberkahan itu bisa jadi dalam bentuk tidak banyaknya waktu yang terbuang sia-sia karena lama berdebat. Atau terhindar dari biaya finansial yang besar lantaran banyaknya pendapat sehingga suatu pekerjaan jadi berbiaya mahal. Atau dalam bentuk terhindarnya dari fitnah yang bisa memporak-porandakan kesatuan umat. Rasulullah Saw memberi petunjuk ketika mulai banyak orang berbangga-bangga dengan kebenaran pendapatnya sendiri:

ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيًا مُؤَثَرةً وَإِعْجَابَ كُلُّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ َنَفْسِكَ وَدَعِ الْعَوَامَ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيْهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجُمَرِ لِلْعَامِلِ فِيْهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِيْنَ رَجُلاً يَعْمَلُوْنَ مِثْلَ عَمَلِكُم". (رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه).

Artinya: "Perintahkanlah yang makruf dan cegahlah yang mungkar. Hingga bila engkau lihat (situasi) dimana sikap kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, dunia yang diutamakan, dan kagumnya seseorang dengan pendapatnya sendiri, maka engkau jagalah dirimu sendiri dan tinggalkan orang-orang awam. Sesungguhnya di belakangmu akan datang hari-hari (sulit), dimana yang bersabar bagaikan menggenggam bara api, dan yang beramal ketika itu dapat pahala seperti amalan 50 orang." (HR Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Maka dalam merawat ukhuwah dan kekuatan umat, lebih diutamakan banyak bersepakat dari pada berselisih, menggabungkan kemaslahatan dari pada mengambil pendapat yang paling kuat tapi kemudian bercerai-berai. Syekh Muhammad  Ibrahim Alu Syaikh mantan Mufti Arab Saudi pernah menfatwakan:

إذا ثبتت الضرورة، جاز العمل بالقول المرجوح نظرًا للمصلحة، ولا يتخذ هذا عامًّا في كل قضية، بل الضرورة تقدر بقدرها، والحكم يدور مع علته وجودًا وعدمًا

Artinya: "Dalam kondisi darurat, boleh mengamalkan pendapat yang lemah karena adanya kemaslahatan. Tapi tidak dijadikan umum untuk setiap permasalahan. Kondisi darurat ditimbang dengan kadarnya (yang tepat). Dan hukum terhadap sesuatu bergulir bersama ilatnya (penyebabnya) saat ada atau tiadanya."

Jadi, bila pendapat yang kuat belum bisa disepakati, menimbulkan perbedaan yang sangat tajam, dan berpotensi menimbulan kemudharatan yang besar, maka boleh saja mengambil pendapat yang kurang kuat, namun bisa terhindar dari sebuah kemudharatan yang besar.

𝐓𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐬𝐨𝐩𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐧𝐭𝐮𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐞𝐝𝐚

Kalaupun ada situasi dan kondisi yang mengharuskan adanya diskusi yang mendalam karena beragam pendapat yang berbeda, maka hendaklah tetap disampaikan dengan kalimat-kalimat yang santun, menghargai pendapat dan pilihan-pilihan saudara kita. Dengan ahlul kitab saja kita diperintahkan Allah untuk menggunakan cara yang terbaik dalam berdebat. Apalagi untuk sesama orang beriman yang bersaudara. Allah Swt berfirman:

وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ. (النحل: 125).

Artinya: "Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS An Nahl: 125).

Bila perbedaan pendapat tidak dapat dihindarkan, maka hal itu jangan sedikitpun merusak rasa cinta kepada sesama ikhwah (saudara). Hati tetap jernih, pilihan kata dan narasi tetap harus santun dan sikap menghargai harus dikedepankan. Imam Asy Syafi'I mengatakan: "Tidaklah aku berdebat dengan seseorang melainkan aku akan berdoa: "Ya Allah, alirkanlah kebenaran dari hati dan lisannya. Jika kebenaran ada bersamaku, maka ia mengikutiku. Jika dia yang benar, maka aku mengikutinya."

Ketika Khalifah Abu Ja'far Al Manshur ingin menjadikan kitab Al Muwaththa' sebagai rujukan tunggal Khilafah Bani Abbasiyah, Imam Malik menolak dan berkata kepada Khalifah: "Jangan engkau lakukan itu wahai Amirul Mukminin, karena di setiap negeri ada ulamanya, dan ada pilihan pendapat fiqhnya". Maka Khalifah Abu Ja'far membatalkan rencananya tersebut. Begitulah para Ulama besar mengajarkan kelapangan hati dan sikap menghargai orang lain dalam berbeda pendapat.

Bersikap ngotot dengan pendapat sendiri, dan "betah" saja berbantah-bantahan, tidak akan pernah menghasilkan kebenaran. Yang akan dapat hanya hati yang sakit, ukhuwwah yang rusak dan rasa kebencian yang berkepanjangan. Bila bertemu dengan saudara sendiri, terasa hambar, tidak hangat dan hanya basa-basi.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Komentar