𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛 (8)

𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛

Oleh: Irsyad Syafar

𝟴. 𝗠𝗔𝗔𝗙𝗞𝗔𝗡 𝗞𝗘𝗦𝗔𝗟𝗔𝗛𝗔𝗡 𝗧𝗨𝗧𝗨𝗣𝗜 𝗞𝗘𝗞𝗨𝗥𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡

𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝘁𝗲𝗺𝗮𝗻 𝘁𝗮𝗻𝗽𝗮 '𝗮𝗶𝗯 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝘁𝗮𝗻𝗽𝗮 𝘁𝗲𝗺𝗮𝗻

Tak ada teman yang sempurna, sebagaimana tidak ada manusia tanpa kesalahan dan kelupaan. Karena itu, memilih-milih teman demi mendapatkan yang tidak punya kesalahan itu merupakan pekerjaan yang sia-sia belaka. Teman atau ikhwah, siapa pun ia, pasti memiliki cela atau kesalahan. Maka itulah tugas kita sebagai sesama teman untuk saling mengingatkan, saling melengkapi, memberi nasehat, bukan justru menjauhinya.

Pertemanan dan ukhuwwah yang kuat bukan yang tak pernah mengalami kesalahan ataupun masalah. Melainkan ukhuwwah yang terjalin karena satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Bila setiap ada kesalahan pertemanan bubar, maka tak akan pernah ada pertemanan yang kuat. Yang ada hanya pertemanan sementara. 

Karena itulah Rasulullah Saw mengilustrasikan orang beriman itu satu sama lain bagaikan bangunan yang kokoh. Dimana semua unsur dan komponennya saling monopang dan menguatkan. Pondasi, tiang-tiang, balok, dinding dan sebagainya, kehadirannya dalam struktur bangunan membuat bangunan semakin kokoh dan kuat. Rasulullah Saw bersabda:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. (متفق عليه).

Artinya: "Permisalan seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang menguatkan satu sama lain." (HR. Bukhari no. 6026 dan Muslim no. 2585)

Malah orang beriman itu sangat peka dengan permasalahan dan kekurangan yang dirasakan oleh saudaranya. Sehingga ia akan cepat terpanggil untuk membantu menyelesaikannya. Baik secara langsung ataupun melalui perantaraan orang lain. Sebab, bagi orang beriman kendala saudaranya adalah kendala juga bagi dirinya. Dan permasalahan saudaranya, bagian dari permasalahannya. Rasulullah Saw menggambarkan hubungan kasih sayang sesama orang beriman di dalam haditsnya bagaikan satu tubuh:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى. (متفق عليه).

Artinya: "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

𝗠𝗮𝗮𝗳𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗶𝗸 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗽𝘂𝘀 𝗯𝗲𝗸𝗮𝘀𝗻𝘆𝗮

Jika saudara kita melakukan kesalahan lalu ia menyadari kesalahannya tersebut dan kemudian meminta maaf, maka pilihan kita adalah memaafkannya. Bukan membalas dendam apalagi berniat melakukan tindakan yang sama. Tentu semangatnya untuk tidak terjadi lagi di waktu yang akan datang. Pilihan memaafkan itulah yang paling mulia dan paling dekat kepada ketaqwaan. Allah Swt berfirman:

وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ. (البقرة: 237).

Artinya: "Dan kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan." (QS Al Baqarah: 237).

Ayat di atas konteknya memang dalam perkara perceraian. Akan tetapi kandungannya berlaku umum. Bahwa tindakan memaafkan adalah sikap yang paling dekat kepada taqwa. Dan dalam berukhuwwah kita harus tetap mengingat dan menjaga kebaikan teman/saudara kita. Jangan hanya gara-gara satu atau dua kesalahan, lalu seseorang hilang dan tak berarti lagi bagi kita. Itu adalah sikap yang tidak adil.

Disamping memaafkan, juga sekaligus menghapus jejak dan bekas kesalahan tersebut. Jangan diulang kembali dan jangan dibaca-baca lagi. Agar hati betul-betul menjadi bersih dan hubungan kembali normal. Allah Swt malah memerintahkan RasulNya untuk memberikan maaf yang indah atau baik. Allah Swt berfirman:

وَمَا خَلَقْنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۗ وَإِنَّ ٱلسَّاعَةَ لَءَاتِيَةٌ ۖ فَٱصْفَحِ ٱلصَّفْحَ ٱلْجَمِيلَ

Artinya: "Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." (QS Al Hijr: 85).

Ash Shafhul Jamil ini kata para ulama tafsir adalah: "Yakni ampuni dan maafkan mereka dan perlakukanlah mereka dengan penuh kelembutan dan pemaafan. Yaitu pemberian maaf yang tidak ada gunjingan di dalamnya, pemberian maaf yang selamat dari kebencian dan kedengkian, dan dilakukan pada posisi yang tepat." Kalau kemudian masih dibaca dan disebut-sebut juga kesalahan saudara kita, tandanya kita belum memaafkannya, dan belum membersihkan bekas-bekasnya.

𝗠𝗮𝗺𝗽𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗮𝗳𝗸𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗺𝘂𝗹𝗶𝗮

Orang beriman yang kuat itu adalah yang mampu mengendalikan dirinya saat marah besar, dan mampu memberi maaf saat ada peluang untuk membalas. Itulah ciri kemuliaan dan kebesaran jiwa serta agungnya akhlak seorang mukmin. Rasulullah Saw bersabda:

عن أبي هريرة، رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ". )رواه الشيخان(

Artinya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: "Bukanlah orang yang kuat yang menang dalam pergulatan akan tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan hawa nafsunya saat marah." (HR Bukhari dan Muslim).

Nabi Yusuf As telah memberikan contoh nyata tentang akhlak mulia ini. Betapa saudara-saudaranya dahulu pernah hendak membunuhnya dengan cara yang sadis. Tapi saat ia telah berkuasa, Nabi Yusuf mampu memaafkannya dan berbuat baik kepada mereka semuanya. Allah Swt berfirman menukilkan perkataan Nabi Yusuf kepada saudaranya:

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ. (يوسف: 92).

Artinya: "Tak ada celaan bagi kalian di hari ini, semoga Allah mengampuni kalian. Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang." (QS. Yusuf: 92).

Baginda Rasulullah Saw juga melakukan hal yang sama saat berhasil menaklukkan kota Makkah. Padahal dahulu Beliau diusir dari kota Makkah oleh Quraisy, dan megalami penyiksaan selama berdakwah di sana. Beberapa sahabatnya syahid terbunuh oleh petinggi-petinggi Quraisy. Namun saat berhasil menguasai kota Makkah, Beliau berpidato:

"Segala puji bagi Allah yang telah menepati janjiNya dan memenangkan hambaNya. Menurut kalian, apa kira-kira yang akan saya lakukan kepada kalian?" Mereka menjawab, "Kebaikan, kami yakin (engkau lakukan) yang baik, engkau saudara yang baik, anak dari saudara yang baik, engkau telah berkuasa, maka maafkanlah!" Rasulullah Saw menjawab, "Aku katakan kepada kalian sebagaimana Nabi Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: "Tak ada celaan bagi kalian di hari ini, semoga Allah mengampuni kalian. Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang." (HR Ibn Sunni)

Maka Rasulullah Saw memaafkan semua penduduk kota Makkah yang dulu pernah melakukan kesalahan besar kepada Beliau. Bahkan Beliau menyerukan bahwa yang masuk ke dalam Masjidil Haram akan aman, yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan akan aman, dan yang masuk ke rumahnya sendiri juga akan aman tidak akan dianiaya.

Perilaku dan akhlak mulia seperti ini juga menjadi identitas para sahabat dan tabi'in penerus mereka setelah itu. Bila berhasil menaklukkan sebuah daera atau negeri, maka para penduduknya diberi keamanan dan dibuka peluang untuk mengenal Islam secara baik dan diberikan hak dan kewajiban secara adil. Rasulullah Saw menjanjikan balasan disurga bagi orang yang mampu menahan amarahnya saat ia punya peluang untuk melampiaskannya:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ. (رواه الترميذي وأبو داود).

Artinya: "Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta'ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya." (HR Tirmidzi dan Abu Daud).

𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗲𝗻𝗱𝗮𝗺

Allah Swt mengarahkan orang beriman agar tidak pendendam. Yang lebih baik adalah memilih sebagai orang yang pemaaf dan diiringi dengan berbuat kebaikan. Bila ada peluang membalas kezhaliman sesuai syariat, maka pilihan tertinggi hanyalah balasan yang setimpal. Akan tetapi pilihan terbaiknya adalah memaafkan. Allah Swt berfirman:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا۟ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ. وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ. إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. (النحل: 126-128).

Artinya: "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS AN Nahl: 126-128).

Orang yang pendendam sangat dibenci oleh Allah Swt karena ia selalu menyimpan keburukan dalam hatinya. Akibatnya ia juga menginginkan keburukan bagi orang lain. Rasulullah Saw bersabda:

أَبْغَضُ الرَّجُلِ إِلَى اللهِ أَلَدُّ الْخِصَامِ. (رواه مسلم).

Artinya: "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang menaruh dendam kesumat (bertengkar)." (HR Muslim).

Seorang yang memiliki dendam selalu berupaya agar orang yang pernah berbuat salah kepadanya mendapatkan balasan yang setimpal atau jauh lebih berat. Hal demikian juga menunjukkan bahwa orang tersebut kurang mengimani janji Allah pada hari akhir nanti. Dimana Allah Swt pasti akan memberikan keadilan bagi semua hamba Nya. Barang siapa yang disakiti di dunia, pasti Allah akan membalasnya di akhirat kelak.

Maka orang yang beriman sangat yakin akan kebenaran janji Allahو bahwa suatu kejahatan apabila dibalas dengan kebaikan justru akan selesai. Dan bahkan orang yang tadinya saling bermusuhan, akan berubah seolah-olah menjadi teman yang sangat setia. Sebagaimana dalam firmanNya

وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ. (فصلت: 34).

Artinya: "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (QS Fushshilat: 34).

𝗟𝗲𝗹𝗮𝗸𝗶 𝗽𝗲𝗻𝗱𝘂𝗱𝘂𝗸 𝘀𝘂𝗿𝗴𝗮

Sahabat Nabi yang mulia yang bernama Anas bin Malik ra. pernah bercerita tentang lelaki penduduk surga. Anas berkata, "Kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw, lalu Beliau pun berkata, 'Akan muncul kepada kalian sekarang seorang lelaki penduduk surga.' Maka munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya."

Pada keesokan harinya, Nabi Saw kembali mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Lalu keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi Saw juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. 

Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, "Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Aku minta izin kalau aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?" Maka orang tersebut menjawab, "Silakan."

Anas bin Malik melanjutkan penuturan kisahnya, "Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. Abdullah berkata, "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan."

Dan tatkala sudah berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun berkata kepadanya, 'Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah Saw berkata sebanyak tiga kali bahwa akan muncul waktu itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang muncul itu. Maka aku pun penasaran dan ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi Saw?' 

Orang itu berkata, "Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat." Abdullah melanjutkan ceritanya:

فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ. (رواه أحمد).

Artinya: "Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang lain.' Abdullah berkata, 'Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui." (HR. Ahmad).

𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝗮𝘄𝗮 𝗸𝗲𝘀𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗸𝗲 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁

Janganlah kita tunda-tunda menyelesaikan perselisihan dengan saudara kita hingga akhirnya tidak tuntas di dunia. Maka permasalahan menjadi berlanjut di akhirat. Bila sudah di akhirat tidak ada lagi maaf-memaafkan. Yang akan ada hanya saling tuntut dan ganti dengan amalan masing-masing. Kesalahan akan dibayar dengan pahala, atau terpaksa diambil dosa yang yang dizalimi karena pahala kita sudah habis. 

Pada saat itu terjadilah apa yang dinamakan dengan kebangkrutan alias pailit. Dimana seseorang kehabisan pahala, dan terpaksa menanggung dosa orang lain yang sangat banyak. Sebagaimana dalam hadits Nabi Saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ" قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: "إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. (رواه مسلم).

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut di tengah kami adalah orang yang tidak punya dirham dan kekayaan." Lalu Beliau bersabda, "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat. Namun ia datang telah mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini dan memukul si ini. Maka orang yang itu diberi dari kebaikannya, yang ini juga diberi dari kebaikannya. Hingga jika semua kebaikannya habis padahal semua dosanya belum habis, diambillah kesalahan-kesalahan (dosa orang yang dizaliminya), lalu dilimpahkan padanya, kemudian ia pun dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim).

Wallahu A'laa Wa A'lam.

Komentar