𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛 (9)

𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛

Oleh: Irsyad Syafar

𝟵. 𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗣𝗘𝗟𝗜𝗧 𝗠𝗘𝗠𝗨𝗝𝗜 𝗗𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗛𝗔𝗥𝗚𝗔𝗜

𝗣𝘂𝗷𝗶𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗿𝗹𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴

Lumayan ada dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan larangan memuji dalam Islam atau menunjukkan perbuatan memuji itu sebuah perilaku yang kurang baik. Diantara dalil tersebut adalah hadits Rasulullah Saw yang menyuruh kita menyiramkan pasir kepada orang yang memuji kita di hadapan kita. Sahabat Miqdad ra. mengatakan:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَحْثِىَ فِى وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ. (رواه مسلم).

Artinya: "Kami diperintahkan oleh Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji." (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasuullah Saw bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُ الْمَدَّاحِينَ، فَاحْثُوا فِي وُجُوهِهِمِ التُّرَابَ. (رواه مسلم).

Artinya: "Jika Engkau melihat orang yang memuji-muji, maka taburkanlah debu di wajahnya." (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Bakr radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Ada seseorang yang memuji orang lain di sisi Nabi Saw. Lalu Beliau bersabda:

وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ

Artinya: "Celaka kamu, kamu telah memenggal leher sahabatmu, kamu telah memenggal leher sahabatmu." 

Kalimat ini diucapkan oleh beliau berulang kali, kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لاَ مَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلاَنًا، وَاللَّهُ حَسِيبُهُ، وَلاَ أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذَلِكَ مِنْهُ

Artinya: "Siapa saja di antara kalian yang tidak boleh tidak harus memuji saudaranya, hendaklah dia mengucapkan, "Aku mengira si fulan (itu demikian), dan Allah-lah yang lebih tahu secara pasti kenyataan sesungguhnya, dan aku tidak memberikan pujian ini secara pasti, aku mengira dia ini begini dan begitu keadaannya", jika dia mengetahui dengan yakin tentang diri saudaranya itu (yang dipuji)." (HR. Bukhari no. 2662 dan Muslim no. 3000)

Semua dalil-dalil di atas secara zhahir melarang perbuatan memuji orang lain, khususnya dihadapannya langsung. Namun para ulama memberikan penjelasan, bahwa ini bukanlah larangan mutlak. Akan tetapi larangan bila pujian tersebut masuk dalam beberapa kriteria, antara lain:
a. Pujian yang diberikan berlebih-lebihan, sehingga melebihi yang seharusnya.
b. Pujian yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sehingga ada unsur kebohongan dan asal-asalan.
c. Pujian kepada raja atau pejabat untuk menyenangkan hatinya dan mengambil muka atau mengharapkan jabatan, harta dan posisi darinya.
d. Memuji orang yang suka ujub atau sombong. Karena pujian itu akan menambah sifat sombongnya tersebut.

Maka apabila pujian itu masuk dalam salah satu kriteria di atas, itu adalah pujian yang terlarang. Seharusnyalah seorang mukmin menjauhi memuji dalam kondisi seperti itu.

𝗣𝘂𝗷𝗶𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

Di sisi lain, Rasulullah Saw juga membolehkan memuji dan bahkan juga memuji sahabatnya. Banyak juga dalil-dalil yang menunjukkan Beliau melakukan hal tersebut, diantaranya adalah:

Diriwayatkan dari 'Amir bin Sa'd, beliau mengatakan:

سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِحَيٍّ يَمْشِي، إِنَّهُ فِي الْجَنَّةِ إِلَّا لِعَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ. (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: "Aku mendengar ayahku berkata, "Aku belum pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini bahwa dia adalah calon penghuni surga kecuali kepada 'Abdullah bin Salam." (HR. Bukhari no. 3812 dan Muslim no. 2483)

Dalam hadits di atas, terdapat pujian Rasulullah Saw kepada sahabat 'Abdullah bin Salam ra. bahwa beliau adalah penghuni surga. Di dalam kesempatan lain, Rasulullah Saw juga memuji Abu Bakr, bahwa Abu Bakr bukanlah orang yang sombong di dalam memakai pakaian. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

إِنَّكَ لَسْتَ مِنْهُمْ...

Artinya: "Engkau bukan termasuk mereka (orang-orang yang sombong)." (HR. Bukhari no. 6062)

Diceritakan oleh Hafshah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memuji Ibnu Umar dan mengatakan mengenai beliau:

نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ . قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَلِيلاً .

Artinya: "Sebaik-baik orang adalah 'Abdullah (maksudnya Ibnu 'Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam." Salim mengatakan, "Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin 'Umar tidak pernah lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit." (HR. Bukhari no. 1122 dan Muslim no. 2479)

Imam An Nawawi berkomentar tentang hadits-hadits pujian ini, "Terdapat banyak hadits dalam shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) tentang (bolehnya) memuji orang lain di hadapannya. Para ulama mengatakan, metode untuk mengkompromikan hadits-hadits di atas adalah bahwa hadits yang melarang itu dimaksudkan untuk orang yang berlebihan (serampangan) dalam memuji, atau pujian yang lebih dari sifat yang sebenarnya, atau pujian yang ditujukan kepada orang yang dikhawatirkan tertimpa fitnah berupa ujub dan semacamnya ketika dia mendengar pujian kepada dirinya."
 
"Adapun orang yang dikhawatirkan tidak tertimpa fitnah tersebut, baik karena bagusnya ketakwaannya dan kokohnya akal dan ilmunya, maka tidak ada larangan memuji di hadapannya, itu pun jika pujian tersebut tidak pujian yang serampangan. Bahkan jika pujian tersebut menimbulkan adanya maslahat, misalnya semakin semangatnya dia untuk berbuat kebaikan dan meningkatkan kebaikan, atau kontinyu dalam berbuat baik (misalnya pujian yang ditujukan kepada anak-anak, pent.), supaya orang lain pun meneladani orang yang dipuji tersebut, maka (jika ada maslahat semacam ini) hukumnya dianjurkan." (Syarh Shahih Muslim, 9: 382).

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗿𝗴𝗮𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗮𝗸𝗵𝗹𝗮𝗸 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺

Memuji teman atau ikhwah dalam pertemanan ini adalah lebih kepada penghargaan dan penghormatan. Sebab interaksi yang baik dalam berukhuwwah adalah interaksi yang saling menghargai dan menghormati. Bila saudara kita berhasil melakukan suatu kebaikan atau mencapai suatu prestasi, maka jangan sungkan-sungkan memberikan penghargaan dan doa-doa kebaikan. 

Pernah Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat tentang siapakah diantara mereka yang telah melaksanakan di hari itu beberapa amalan sunnah. Ternyata hanya Abu Bakar saja yang lengkap melakukannya. Sebagaimana dalam haditsnya:

مَن أصْبَحَ مِنْكُمُ اليومَ صائِمًا؟ قالَ أبو بَكْرٍ: أَنَا، قالَ: فمَن تَبِعَ مِنْكُمُ اليومَ جِنازَةً؟ قالَ أبو بَكْرٍ: أَنَا، قالَ: فمَن أطْعَمَ مِنكُمُ اليومَ مِسْكِينًا قالَ أبو بَكْرٍ: أَنَا، قالَ: فمَن عادَ مِنْكُمُ اليومَ مَرِيضًا قالَ أبو بَكْرٍ: أَنَا، فقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ما اجْتَمَعْنَ في امْرِئٍ إلَّا دَخَلَ الجَنَّةَ. (رواه مسلم).

Artinya: "Siapa di antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa ?" Abu Bakar menjawab, "Aku." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya (lagi), "Lalu siapa diantara kalian yang telah mengantar jenazah?" Abu Bakar kembali menjawab, "Aku." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya (lagi), "Lalu siapa diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin hari ini?" Abu Bakar kembali menjawab, "Aku." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya (lagi), "Lalu siapa diantara kalian yang telah menjengut orang sakit hari ini?" Abu Bakar kembali menjawab, "Aku". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah semua ini berkumpul pada diri seseorang melainkan ia masuk surga." (HR. Muslim).

Ungkapan Rasulullah Saw diakhir hadits bernuansa pujian kepada Abu Bakar. Tapi sebenarnya itu adalah sebuah penghargaan atas amal seorang sahabat dan sekaligus menjadi motivasi bagi sahabat-sahabat lain yang mendengarnya.

Saat perang Khaibar, Rasulullah Saw pernah menyatakan bahwa Beliau akan menyerahkan bendera perang besok hari kepada lelaki yang dicintai oleh Allah dan RasulNya. Para sahabat banyak yang bertanya-tanya siapakah gerangan lelaki terbaik dan beruntung tersebut. dan tentunya mereka juga berharap merekalah orangnya. Dari hadits Sahal bin Sa'ad disebutkan:

لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ، يَفْتًحِ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ. (رواه البخاري).  

Artinya: "Sungguh, aku akan menyerahkan panji pasukan ini kepada seseorang yang mencintai Allah Swt dan Rasul-Nya, dan dicintai Allah Swt dan Rasul-Nya, Allah Swt akan membuka kedua tangan-Nya untuk dia." (HR Bukhari).

Keesokannya harinya Rasulullah Saw menyerahkan bendera perang kepada Ali bin Abi Thalib. Para sahabat tentu sangat kagum kepada Ali atas pilihan Rasulullah Saw tersebut. dan Ali bin Abi Thalib merasa terhormat dengan penghargaan dari Rasulullah Saw itu.

𝗠𝗮𝗻𝗳𝗮𝗮𝘁 𝗽𝘂𝗷𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗿𝗴𝗮𝗮𝗻

Pujian yang tepat dan penghargaan yang proporsional sangat berguna dalam pergaulan dan kehidupan sosial berukhuwwah. Secara manusiawi kita menyukai pujian dari pada mendengar kritikan atau keluhan. Hal ini dikarenakan pujian dapat meningkatkan suasana hati yang baik. Sehingga ikatan hati sesama ikhwah akan semakin kuat. Sebaliknya, pastilah hati tidak akan nyaman bertemu orang yang seringkali mengkritik atau menegur. Kalau bisa, kita tidak akan berlama-lama dengan orang tersebut.

Kemudian, mendengar pujian itu bagaikan mendapatkan kata-kata manis sebagai bentuk apresiasi dan meningkatkan rasa percaya diri. Sehingga kemudian dapat mendorong meningkatnya amalan atau kinerja seseorang. Para sahabat Rasul menjadi termotivasi untuk meningkatkan amalnya demi meraih kemuliaan yang telah disebutkan Beliau untuk salah seorang sahabat yang ada. 

Pernah suatu ketika Rasulullah Saw menyebutkan bahwa akan masuk surga 100 ribu orang tanpa hisab dan tanpa adzab. Para sahabat kemudian menanyakan kriteria orang-orang yang mendapatkan fasilitas tersebut. Setelah Rasulullah Saw selesai menyebutkan kriterianya, seorang sahabat yang bernama Ukkasyah bin Mihsan berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, doakan saya masuk dalam 100 ribu itu?" Rasulullah Saw menjawab, "Engkau termasuk di dalamnya."

Rupanya sahabat yang lain tidak mau ketinggalan, ingin pula mendapatkan kemuliaan itu. Maka berdirilah seseorang yang lain dan berkata, "Mohonkanlah kepada Allah, agar saya termasuk golongan mereka!" Beliau menjawab, "Ukkasyah telah mendahuluimu'" (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitulah hebatnya pengaruh sebuah pujian yang benar dan sebuah penghargaan untuk mendorong manusia berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam dunia pendidikan dan kerja-kerja dakwah, pujian dan penghargaan sangat diperlukan. Agar para peserta didik dan para da'I di jalan dakwah terus berlomba-lomba dalam kebaikan. Apalagi bila seseorang dalam keadaan tertimpa masalah dan mengalami penurunan semangat juang. Maka saat itu penghargaan jauh lebih berguna dari pada kritikan dan teguran. Penghargaan akan membuatnya kembali bangkit dan tegak untuk melanjutkan perjuangan. Sedangkan kritikan akan membuatnya semakin terpuruk dan roboh.

𝗣𝘂𝗷𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗿𝗴𝗮𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸𝘁𝗶𝗳

Pujian itu haruslah untuk meningkatkan kebaikan, menaikkan prestasi dan menguatkan silaturrahim. Oleh karena itu setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum kita memberi pujian kepada orang lain, yaitu:
a. Tulus dan bukan sekedar basa basi. Berikanlah pujian dengan tulus tanpa mengharap pamrih atau sekedar mencari muka belaka. Jangan pula jadikan pujian hanya sebuah basa basi formalitas belaka. Pujian seperti itu akan terasa hambar. Malah akan membuat orang yang dipuji menjadi muak dan tidak nyaman.
b. Hormati dan hargai setiap perbedaan yang ada. Jangan jadikan perbedaan yang ada sebagai pujian terhadap ras atau suku tertentu. Hal ini untuk menghindari adanya kesalahpahaman yang terjadi. Seperti anda katakan kepada seseorang, "Saya suka denganmu, kulitmu putih." Sementara di sampingnya ada orang yang kulit hitam atau sawo matang.
c. Waktu yang tepat dalam memuji. Tujuannya tentu saja agar tidak meleset dari konteks penyampaian pujian. Kalau terlalu lama dari konten yang dimaksud, maka pujian menjadi tidak bermakna. Prestasinya sudah beberapa bulan yang lalu, penghargaannya baru sekarang disampaikan.

Dalam berteman dan berukhuwwah, kita harus melatih dan membiasakan diri memakai kalimat-kalimat yang memberikan rasa positif kepada saudara kita. Kalimat-kalimatnya seperti: "Kami sangat puas dengan kinerja anda. Hasil kerja anda sesuai target yang direncanakan. Buku yang kamu tulis sangat bagus, aku sangat tercerahkan dan terinspirasi. Idemu memang brilian, perkerjaan kita bisa tuntas lebih cepat. Kajian Ustadz sangat memuaskan kami, karena penjelasannya sangat detail dan komprehensif." Dan contoh-contoh lainnya.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Komentar