𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛 (18)

𝗦𝗲𝗿𝗶𝗮𝗹: 𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗕𝗘𝗥𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛

Oleh: Irsyad Syafar

𝟭𝟴. 𝗜𝗧𝗦𝗔𝗥, 𝗣𝗨𝗡𝗖𝗔𝗞 𝗨𝗞𝗛𝗨𝗪𝗪𝗔𝗛

𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶𝗸𝗸𝗮𝗻 𝘀𝘁𝗮𝗻𝗱𝗮𝗿 𝗺𝗮𝘁𝗲𝗿𝗶 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮𝘄𝗶

Para sahabat Rasulullah Saw yang mulia, ketika jahiliyahnya mereka hidup penuh pertikaian, perpecahan, saling tikam dan mementingkan diri sendiri atau suku (kabilahnya) saja. Kemudian Islam datang dan merubah pola pikir para sahabat, dari yang duniawi dan materialis menjadi ukhrawi dan idealis. Sehingga hubungan diantara mereka begitu kuat dan mereka menjadi bersaudara. Allah Swt berfirman:

وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا. (آل عمران: 103).

Artinya: "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah." (QS Ali Imran: 103)

Persaudaraan para Sahabat menjadi tonggak utama kekuatan kaum muslimin ketika itu. Sehingga dalam tempo waktu yang sangat singkat kekuatan Islam hadir dan eksis mengimbangi dua peradaban besar dunia, Romawi dan Persia. Rahasia utama dari persaudaraan yang kuat ini salah satunya adalah karena Rasulullah Saw mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar bagaikan saudara kandung, saling mewarisi bila ada yang wafat diantara mereka.

Ukhuwwah diantara mereka memutarbalikkan standar-standar duniawi dan materi. Mereka merasa beruntung bila hartanya mengalir dan dibagi dengan saudaranya. Padahal secara duniawi mungkin itu dianggap kerugian. Mereka merasa bahagia ketika bisa memberi makan saudaranya sedangkan keluarga mereka sendiri belum makan. Padahal secara duniawi itu dianggap bodoh dan menyedihkan.

Ketika berbicara masalah makanan misalnya, Rasulullah Saw mengajarkan standar kebersamaan. Sehingga makanan orang beriman itu menjadi berkah dan luas manfaatnya. Bila biasanya seorang makan tidak cukup sepiring sendiri, maka dalam Islam, makanan berdua bisa cukup untuk bertiga, makanan bertiga bisa cukup untuk berempat. Rasulullah Saw bersabda:

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله -صلّى الله عليه وسلّم-: طَعامُ الِاثْنَيْنِ كافِي الثَّلاثَةِ، وطَعامُ الثَّلاثَةِ كافِي الأرْبَعَةِ. (رواه البخاري).

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw telah bersabda, "Makanan dua orang cukup untuk bertiga, makanan bertiga cukup untuk berempat." (HR Bukhari).

Dengan standar dan acuan ini, maka persaudaraan para sahabat telah mencapai puncaknya yang tertinggi, yaitu mereka mampu mendahulukan orang lain (saudara mereka) dari pada diri mereka sendiri, sementara mereka dalam keadaan membutuhkan. Itulah yang dinamakan dengan itsar. Allah Swt berfirman memuji mereka:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. (الحشر: 9).

Artinya: "Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada memiliki keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr: 9)

𝗜𝘁𝘀𝗮𝗿 𝘀𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗶𝗺𝗮𝗻

Kalau diukur dan dilihat dengan timbangan logika, perilaku itsar merupakan hal yang sangat berat dan nyaris mustahil. Bagaimana bisa seseorang mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain tanpa mendapatkan imbalan apapun. Namun, karena itsar ini merupakan buah dari keimanan kepada Allah dan hari akhir, maka jadilah ia sebuah realita dan pemandangan nyata dalam kehidupan sahabat. 

Para sahabat telah mendapat bimbingan dari Rasulullah Saw bahwa janji dan pahala dari Allah itu suatu yang pasti, dan balasanNya itu jauh lebih mulia dan abadi. Para sahabat juga telah dididik oleh Rasulullah Saw bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, sedangkan kehidupan akhirat adalah selama-lamanya. Allah Swt berfirman:

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓا۟ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ. (النحل: 96).

Artinya: "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS An Nahl: 96).

Rasulullah Saw telah menanamkan nilai-nilai persaudaraan yang agung kepada para sahabat. Sedangkan balasan yang dijanjikan oleh Beliau adalah cinta dari Allah, kemuliaan di akhirat dan pahala yang berlipat ganda. Sehingga mereka begitu bersemangat untuk menjadi yang terbaik dan terdepan di dalam mengaplikasikannya. Rasulullah Saw bersabda yang artinya:

"Orang yang paling dicintai oleh Allah 'Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kesenangan yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada beri'tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai selesai, maka Alloh akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana cuka yang merusak madu." (HR Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)

Jadilah kemudian akhlak para sahabat Nabi Saw, menjadi akhlak yang mulia yang diabadikan dalam Al Quran. Kaum Anshar menyambut kedatangan kaum Muhajirin dengan penuh suka-cita. Dan mereka menerima saudara-saudara mereka yang seiman dan seaqidah dengan tangan terbuka. Para kaum Anshar saling berlomba-lomba memberikan segala apa yang mereka bisa berikan kepada sesama. Padahal saat itu mereka sendiri juga dalam kondisi membutuhkan.

𝗠𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵𝘂𝗹𝘂𝗸𝗮𝗻 𝘁𝗮𝗺𝘂 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸𝗻𝘆𝗮

Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan, bahwa suatu hari ada seorang laki-laki yang mengaku sedang mengalami kesusahan, datang kepada Rasulullah Saw. Namun di saat itu di rumah Rasulullah Saw sendiri sedang tidak ada apa-apa yang bisa diberikan. Lalu Rasulullah Saw menawarkan kepada para sahabat, siapa yang bersedia untuk memberi pelayanan kepada laki-laki tersebut. 

Akhirnya ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Thalhah menerima tawaran tersebut. Ia ingin memuliakan tamu Rasulullah Saw yang juga adalah tamunya. Padahal saat itu di rumah kaluarga Abu Thalhah juga tidak ada persediaan kecuali makanan untuk anak-anak mereka. Maka Abu Thalhah bertanya kepada istrinya:

هلْ عِنْدَكِ شيءٌ؟ قالَتْ: لا إلَّا قُوتُ صِبْيَانِي، قالَ: فَعَلِّلِيهِمْ بشيءٍ، فَإِذَا دَخَلَ ضَيْفُنَا فأطْفِئِ السِّرَاجَ، وَأَرِيهِ أنَّا نَأْكُلُ، فَإِذَا أَهْوَى لِيَأْكُلَ، فَقُومِي إلى السِّرَاجِ حتَّى تُطْفِئِيهِ، قالَ: فَقَعَدُوا وَأَكَلَ الضَّيْفُ.

Artinya: "Apakah engkau punya makan?' Istrinya menjawab, "Tidak ada, kecuali hanya makanan untuk anak-anak." Thalhah berkata, "Sibukkan mereka dengan sesuatu yang lain (sampai tidur). Bila tamu kita sudah masuk, matikan lampu. Perlihatkan seolah-olah kita makan." Mereka semuanya duduk, dan hanya tamu yang makan."

Keesokan harinya, Rasulullah bersabda, "Allah kagum terhadap perbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian berdua tadi malam." (HR Muslim). 

𝗗𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘀𝗮𝗿 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗲𝗯𝘂𝘁 𝗺𝗮𝘁𝗶

Di dalam kita Hayat Ash Shahabah (kehidupan para sahabat) dikisahkan bahwa saat itu tidak ada yang meragukan kekuatan pasukan Thulaihah bin Khuwailid Al Asadi, yang memiliki 1000 tentara berkuda. Namun, ketika mereka berhadapan dengan pasukan kaum muslimin, kekuatan itu seperti tidak ada gunanya. Mereka berhasil dikalahkan dan dihancurkan tanpa ampun. 

Thulaihah Akhirnya mencari tahu penyebab kekalahan pasukannya, "Celakalah kalian! Apa yang menyebabkan kalian kalah?!" Salah satu diantara prajuritnya pun menyatakan, "Saya akan memberi tahu anda penyebab kekalahan kami. Sesungguhnya tidak ada diantara kita seorang prajuritpun, kecuali ia menginginkan temannya mati terlebih dahulu darinya. Sedangkan kita berhadapan dengan satu pasukan yang semuanya ingin mati lebih dahulu sebelum teman-temannya!" (Hayat As Shahabah, 4/642)

Imam Ibnu Katsir mengomentari kejadian tersebut bahwa itu menggambarkan betapa dahsyatnya kekuatan persaudaraan yang mampu membentuk prilaku itsar. Sehingga dalam masalah nyawa sekalipun mereka mampu untuk itsar. Disamping mempersolid kekuatan kaum muslimin sifat ini juga menumbuhkan tingginya semangat untuk berkorban. Dengan berbekal kelebihan itu, para sahabat mampu mengalahkan kekuatan senjata sekaligus banyaknya prajurit musuh. 

Kisah itsar para salaf juga ditemui di saat perang Yarmuk terjadi. Kala itu, Ikrimah bin Abi Jahal dan bebarapa sahabat beliau dalam kondisi terluka parah dan keadaan kritis. Namun, ketika disodorkan air, beliau malah menolak, dan menyarankan agar air itu diberikan kepada orang lain. Padahal beliau dalam keadaan luka berat dan amat membutuhkan air. 

Kemudian sahabat yang bertugas membawa air bergegas menuju sahabat kedua yang juga dalam kondisi terluka parah. Namun saat air itu disodorkan kepada sahabat tersebut, air itu ditolaknya. Hingga kemudian air itu sampai di orang ke tiga, Ikrimahpun sudah wafat, kemudian disusul orang ke dua, hingga orang ketiga. Semuanya tidak ada yang meminum air tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari. 

𝗚𝗲𝗺𝗮𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵𝘂𝗹𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗯𝘂𝘁𝘂𝗵𝗮𝗻 𝘀𝗮𝘂𝗱𝗮𝗿𝗮𝗻𝘆𝗮

Para sahabat Rasulullah Saw sangat gemar mendahulukan kebutuhan saudaranya dari pada diri mereka sendiri. Ibnu Umar dalam sebuah periwayatan menyampaikan bahwa beliau pernah mengirim kepala kambing untuk sahabat Rasulullah Saw. Namun ketika sampai di rumah sahabat tersebut, ia menyarankan agar kepala kambing tersebut diberikan kepada sahabat lainnya. Lalu saat sampai di rumah sahabat yang kedua, ia juga menyarankan agar kepala kambing tersebut diberikan kepada sahabat lainnya. 

Begitulah sedekah kepala kambing itu berputar, hingga akhirnya sampai ke rumah sahabat yang ke tujuh. Dan ia pun meminta agar kepala kambing itu diberikan kepada sahabat yang pertama. Dan pada akhirnya daging tersebut kembali lagi ke rumah yang pertama. Karena masing-masing sahabat senang mendahulukan saudaranya.

Demikianlah hasil gemblengan dan tarbiyah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap para sahabatnya. Masing-masing berlomba-lomba untuk mencintai saudaranya. Masing-masing berusaha untuk menjadi orang yang paling perhatian terhadap sahabatnya. Karena dengan melakukan hal itu, mereka menjadi orang yang dicintai Allah Swt.

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗶𝗳𝗮𝘁 𝗶𝘁𝘀𝗮𝗿

Itsar merupakan puncak persaudaraan. Karena itu, banyak orang yang tidak bisa sampai ke puncak tersebut. Diantara penghalang hadirnya sifat itsar adalah sifat pelit atau kikir. Tidak mungkin orang yang pelit mampu untuk berbagi. Apalagi akan mengalah dari kebutuhannya sama sekali. Hanya orang yang tidak kikir saja yang akan mampu menggapai puncak persaudaraan ini. Allah Swt menyebutkan hal itu diujung ayat setelah memuji sifat itsar:

وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ. (الحشر: 9).

Artinya: "Dan siapa yang diselamatkan dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (QS Al Hasyr: 9).

Sifat itsar juga tidak mungkin dimiliki oleh orang yang cinta dunia dan tamak. Sebab orang seperti ini justru ambisinya terus mengumpulkan harta dunia dan memperbanyaknya. Tidak akan rela ia menguranginya apalagi membagikannya kepada orang lain. Bila dia sudah punya emas satu gunung, niscaya ia akan minta satu gunung lagi. Nafsu gila harta itu hanya akan berakhir saat dirinya masuk ke liang kubur. Rasulullah Saw bersabda:

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ. (متفق عليه).

Artinya: "Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.' Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat." (HR Bukhari dan Muslim).

Kemudian, itsar tidak akan mungkin dimiliki oleh orang yang berpenyakit hasad (dengki). Sebab orang yang hasad tidak senang melihat orang lain mendapatkan nikmat. Dan ia menginginkan nikmat itu hilang dari orang tersebut. Kalau bisa malah berpindah ke dirinya. Bagaimana mungkin orang ini akan mendahulukan orang lain darinya, sangat mustahil. Semoga Allah lindungi kita dari hati yang berpenyakit.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Komentar