*SHALAT ITU MIKRAJ DAN REHATNYA ORANG BERIMAN*
Oleh: Irsyad Syafar
Rasulullah Saw sebelum dipilih Allah Swt menjadi Nabi, hampir 5 tahun sering berdiam diri di gua Hira. Disana Beliau banyak berfikir dan merenung dan memperhatikan ciptaan Allah. Setelah Beliau mendapat wahyu dan "resmi" menjadi Nabi, tidak pernah sekalipun Beliau kembali lagi ke gua Hira untuk merenung atau bermunajat khusus kepada Allah. Sudah diganti langsung oleh Allah dengan shalat.
Maka shalat adalah ibadah utama seorang hamba kepada Allah, sarana bermunajat berkomunikasi kepadaNya. Shalatlah sebagai mikrajnya orang beriman, seolah-olah bertemu menghadapNya. Sehingga Nabi mengatakan bahwa "Sebaik-baik amalan kalian adalah shalat." (HR Malik).
Dan tugas manusia diciptakanNya adalah untuk beribadah menyembahNya. Kalau sekedar merenung dan bartafakkur saja, maka belum terlaksana tujuan penciptaan manusia tersebut. Kalaupun seorang hamba merenungi dan memikirkan ciptaan Allah selama 12 jam tiada henti, tapi dia tidak shalat sama sekali, maka dia belum menyembah Allah. Sebaliknya, orang yang hanya shalat 10 atau 15 menit, sebanyak 5 waktu dalam sehari semalam, lalu dia tidak menyediakan waktu untuk merenung atau bertafakkur, maka dia tetap telah menyembah Allah.
Di dalam shalat itu terdapat sebuah ibadah yang sangat spesial, yaitu sujud. Itulah posisi terhina seorang hamba di hadapan Allah, yaitu dengan meletakkan kening (kepalanya) di tanah. Tapi posisi itu juga merupakan posisi terdekat seorang hamba dengan Allah, sebagaimana kata Rasulullah dalam haditsnya. Tidak akan sah shalat seseorang kalau tidak ada sujudnya. Dan sujud itu kata Rasulullah, cara paling ampuh untuk dapat masuk surga dan dapat tempat bersama dengan Beliau Saw.
Dalam hadits qudsi yang shahih, Allah juga sudah mengabarkan, bahwa amalan yang paling Dia sukai untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepadaNya adalah ibadah-ibadah wajib. Baru kemudian ibadah sunat. Maka bila kita ingin dicintai oleh Allah, harus kita rapikan dan baguskan ibadah wajib kita. Seperti shalat, puasa dan zakat. Adapun ibadah sunat, itu penambah dan penyempurna. Sedangkan bertafakkur, menjernihkan fikiran atau sekedar meditasi, paling tinggi itu hanya sunat, bila dilaksanakan dengan tuntunan syariat.
Rasulullah Saw yang mulia mengekspresikan taqarrub Beliau kepada Allah dengan munajat (tahajud) di malam hari. Terutama di sepertiga malam terakhir. Bahkan pernah Beliau shalat malam semalam suntuk, sampai bengkak kaki Beliau. Itulah wujud kesyukurannya selaku hamba kepada Allah.
Dalam hadits Anas bin Malik, Rasulullah Saw pernah mengatakan, "Dijadikan penyejuk mataku itu di dalam shalat." (HR An Nasai). Artinya, shalat itu bagi Rasulullah sudah menjadi kesenangan, kenikmatan dan menyejukkan hati (qurratu 'aini).
Sehingga, wajar saja kemudian Hudzaifah menceritakan bahwa dia pernah ikuti Rasulullah shalat malam. Maka Rasul membuka surat bacaannya setelah Al Fatihah itu surat Al Baqarah. Dikira Hudzaifah akan dibaca 100 ayat saja dalam satu rakaat. Ternyata sampai habis surat Al Baqarah belum sujud juga. Lalu masuk pula surat An Nisa, dan dibaca habis. Lalu lanjut lagi surat Ali Imran. Juga sampai habis. Baru kemudian Beliau rukuk. (Dalam HR Bukhari). Tidak akan mungkin seseorang bertahan berdiri shalat satu rakaat dengan membaca 5 juz lebih (106 halaman), kecuali orang yang sudah menikmati shalat dan menjadikannya sebagai qurratu 'ain.
Maka adalah aneh kalau seorang muslim justru menikmati "merenung" dan "berdiam diri" di tempat tertentu, dibandingkan (melebihi) dengan shalat wajib dan shalat sunatnya. Wong Baginda Rasul saja, bila pulang dari sebuah perjalanan atau pekerjaan berat, maka Beliau memerintahkan kepada Bilal bin Rabah: "Rehatkan kami wahai Bilal!" Maka kemudian Bilalpun mengumandangkan adzan, lalu mereka shalat bersama Rasulullah Saw. Artinya, dishalat itulah seorang mukmin merasakan ketenangan dan kenyaman hati dan fikiran. Wallahu A'laa wa A'lam.
Komentar
Posting Komentar