Membaca Kondisi Anak Kita Disalin dari Buku *Tarbiyah di Rumah Kita

📖 Membaca Kondisi Anak Kita
Disalin dari Buku *Tarbiyah di Rumah Kita*

💬 Di beberapa forum setiap kali berbincang tentang anak aktivis dakwah, saya selalu menangkap ada keprihatinan yang sama. Para guru dan murabbi anak aktivis dakwah di beberapa sekolah sering mengemukakan keluhannya mengelola pembinaan anak aktivis dakwah.
Bagi beberapa orang, mengelola anak aktivis dakwah lebih sulit dan penuh tantangan 😣. Namun, keluhan-keluhan itu merupakan ekspresi psikologis yang lumrah.
Toh, para guru dan murabbi itu tetap menunaikan tugasnya dengan penuh dedikasi dan keikhlasan 💪❤️. Faktanya memang kondisi anak aktivis dakwah sangat beragam, tapi di situlah tantangannya 🌈.

👥 Kami bertemu dengan ratusan guru yang mengampu pembinaan di beberapa sekolah. Mereka datang dari beberapa kota yang saling berjauhan. Semangat mereka terpancar kuat 🔥. Mereka ingin lebih mengoptimalkan proses pembinaan para siswa di sekolah, salah satunya adalah pembinaan bagi anak para aktivis dakwah.

Acara bincang sore itu saya awali dengan pertanyaan pendek.
_"Bagaimana rasanya mengampu anak-anak aktivis dakwah?"_ 

Para guru dan murabbi sekolah itu tertawa 😄. Kelihatannya mereka memiliki frekuensi yang sama, ketika diksi "anak aktivis dakwah" disebut. Padahal, mereka berasal dari sekolah yang berjauhan. Saya menangkap para guru dan murabbi itu menghadapi tantangan yang sama.

Beberapa di antara mereka lalu menjawab:
🌀 "Wah bikin kepala pusing!"
😩 "Sulit banget. Mereka seakan tidak merasa butuh."
😇 Yang lain memberikan jawaban serupa: "Butuh kesabaran ekstra."

Saya tidak menyangsikan respon mereka. Itu tantangan yang dihadapi para guru dan murabbi di sekolah. Tapi apakah semua anak aktivis dakwah membuat mereka pusing dan tertekan? Saya yakin tidak 💭. Jumlah mereka yang lurus dan lancar-lancar saja dalam pembinaan bisa jadi banyak. Hanya ia dianggap lumrah. Lazimlah wong anak aktivis dakwah.
Tapi bagi yang memiliki dinamika personal penuh tantangan, biasanya kita akan menanggapi berbeda, "🤔 Mosok anak aktivis dakwah seperti itu."

🎓 Tantangan di Masa Setelah Sekolah

Di masa berikutnya, terutama setelah kuliah, tantangan seperti itu dihadapi pula oleh para pembina di kampus 🎓.
Ada di antara para dai di kampus yang membayangkan kalau anak-anak aktivis dakwah akan menjadi tambahan pegiat yang dapat diandalkan.
Kenyataannya, tidak selalu linear dengan harapan 😬.

📊 Parameter untuk Membaca Anak-Anak Aktivis Dakwah

Apa parameter untuk membaca anak-anak aktivis dakwah? 🤔
Biar sederhana, kita gunakan dua kategori: komitmen terhadap Islam dan komitmen terhadap dakwah.
Dari dua kategori ini kita dapat pemetaan terhadap kondisi mereka, sebagaimana dua hal tersebut dapat juga untuk membaca objek dakwah lain.

🌟 Pertama,

Mereka yang memiliki komitmen terhadap Islam dan juga komitmen terhadap dakwah ✅✅.

Inilah kategori ideal yang diharapkan 🙌. Mereka hidup dengan mendasarkan pada nilai-nilai keislaman dan juga memiliki perhatian serta keberpihakan terhadap dakwah 💚. Mereka memahami pemikiran dakwah yang diyakini dan diperjuangkan.
Tapi biasanya, komitmen terhadap dakwah akan semakin terlihat jelas ketika mereka mulai memiliki kedaulatan untuk menentukan pilihan-pilihannya sendiri 💭.
Ini terjadi ketika masa persekolahan berakhir 🎓. Saat itulah terjadi peralihan dari pola belajar terkontrol menjadi self-directed learning 🚀.

✨ Kedua,

Mereka yang memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam 💪 tetapi belum terlihat memiliki perhatian terhadap dakwah 🤷‍♂️.

Mereka adalah anak-anak yang salih dengan kepribadian Islami yang baik 🌸, tetapi ada beberapa kondisi terkait keberpihakannya terhadap dakwah.
Pilihan paling ekstrem dari anak ini adalah tidak ingin mengikuti agenda pembinaan 🙅‍♂️.

(1) Mereka tidak ingin mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari aktivis orang tua 👨‍👩‍👧.
Kemungkinannya mereka akan memilih aktivitas lain yang tetap berkebaikan, tetapi bukan identik dengan aktivitas orang tua.
Pilihan ini bisa terjadi karena banyak sebab: antara lain menghindari tekanan psikologis sebagai anak aktivis 😔, trauma karena perlakuan kurang baik 💔, rasa ingin tahu terhadap kegiatan di luar dakwah 🌍, atau karena pilihan pemikiran pribadi 💭.

(2) Ingin berkontribusi di ruang-ruang yang dapat ia masuki, tetapi masih sedikit aktivis dakwah yang terlibat di dalamnya.

(3) Menganggap bahwa kegiatan dakwah yang dilakukan orang tuanya tidak lagi relevan dengan zaman 📱⏰.
Anak-anak ini memiliki tsaqafah keislaman yang baik serta komitmen menjalankannya dengan baik, tetapi belum memiliki pemahaman terhadap pemikiran dakwah secara kuat 📚.

Jika kita fokus pada masalah, maka kategori kedua ini bisa dianggap masalah 🚧.
Namun, pembacaan yang lebih detail akan menemukan potensi kebaikan dari kecenderungan kedua ini 🌱, sekaligus peluang untuk mengarahkan anak-anak potensial ini agar memiliki perhatian dan keterlibatan terhadap dakwah 💫.

💬 Ketiga,

Mereka yang masih lemah dalam komitmen untuk menerapkan nilai-nilai Islam 😕, tetapi terlibat dalam sejumlah aktivitas dakwah 🙋‍♀️.

Mereka terlibat dalam program pembinaan secara intensif, meskipun dengan kondisi yang belum stabil 🌧️. Beberapa di antara mereka bersedia dilibatkan dalam beberapa kegiatan dakwah, terutama yang dianggap nyaman baginya.
Anak-anak ini boleh jadi akan dianggap problematik 😅 karena standar penampilan dan perilaku yang sedikit berbeda.

Apapun kondisi mereka, sisi positifnya mereka masih bersedia mengikuti proses tarbiyah 🌿. Anak-anak seperti ini memiliki sikap demikian biasanya karena beberapa hal:
(1) Bentuk perlawanan terhadap pilihan orang tua dan atau komunitas dakwah 😤,
(2) Pengaruh pergaulan dan tren 🌈, atau
(3) Memiliki preferensi lain yang dianggap lebih pas menurut dirinya 🧭.

⚠️ Keempat,

Mereka yang tidak lagi memiliki komitmen terhadap Islam ❌ dan juga dakwah ❌.
Kondisi ini merupakan keadaan paling ekstrem dari anak-anak aktivis dakwah 🚨.
Anak-anak dalam kategori ini cenderung tidak lagi mengindahkan nilai-nilai keislaman, kecuali yang pokok-pokok 📉. Bahkan, yang lebih ekstrem, mereka memiliki pemikiran yang tidak sejalan dengan Islam 😔.
Selain itu, mereka tidak lagi memiliki keberpihakan terhadap dakwah dan umat secara umum 🕳️.

Dalam beberapa kasus, kondisi kedua dan ketiga sering dianggap problematik 🧩.
Mungkin keduanya memiliki tantangan yang tidak ringan 😓. Namun, potensi kebaikan di antara keduanya masih sangat terbuka luas 🌤️.

Komentar