Tarbiyah (Anak Aktivis) Itu Fokus pada Pertumbuhan

Tarbiyah (Anak Aktivis) Itu Fokus pada Pertumbuhan

Oleh : Ust. Dwi Budiyanto
Dalam Buku "Tarbiyah di Rumah Kita"

Perihal anak-anak aktivis dakwah, saya teringat penilaian Syaikh Abdurrahman Dahy. Ada nada pembelaan dari pernyataannya, sekaligus evaluasi untuk orang-orang di lingkungan sekitar anak aktivis dakwah.

"Mereka sering diperlakukan kurang bijak oleh lingkungan sekitarnya," ungkap beliau. Sentilas Syaikh Abdurrahman Dahy ini penting kita jadikan refleksi. Beliau memperjelas dengan mengungkap kenyataan bahwa anak dai dan qiyadah seringkali mengalami tekanan berlipat dibanding anak-anak lainnya. Semua tindakan dan pergerakannya dipantau. Begitu terdapat sedikit saja kekhilafan yang dilakukan, maka ia akan dikait kaitkan dengan posisi dan keilmuan orang tuanya. Itu perlakuan yang tidak nyaman.

Kecenderungan di atas bermula dari pandangan yang mengarahkan kita untuk terlalu berorientasi pada capaian-capaian yang mengagumkan dan ku-rang peduli dengan pertumbuhan.

Saya teringat perkataan Adam Grant dalam Hidden Potential: The Science of Achieving the Greater Things (2023) bahwa progres bukan sekadar terkait dengan aspek keunggulan. Menjadi orang yang lebih baik adalah pencapaian tersendiri yang patut diakui. "Ukuran sesungguhnya dari potensi diri seseorang bukanlah seberapa tinggi puncak yang dicapainya, melainkan seberapa jauh jarak yang ditempuh untuk mencapai puncak itu," demikian kata Adam Grant.

Ketika Rasulullah Saw. mengutarakan tentang mukmin kuat, jelas itu kategori ideal yang akan dituju. Akan tetapi, Beliau Saw. mengantisipasi potensi sikap berlebihan, yang memandang sebelah mata mukmin yang dinilai lebih lemah. 

Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, 'Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah 'Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendak karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan setan'." (H.r. Bukhari-Muslim).

Setelah mengutarakan keunggulan mukmin yang kuat, Rasulullah Saw. membingkainya dengan per nyataan: wa fii kulli khaiir. Pada keduanya ada kebai. kan. Mukmin yang kuat memang lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt., tapi ingat bahwa baik mukmin yang kuat maupun yang lemah masing-masing tetap memiliki hal-hal baik. Setiap kali memandang anak-anak aktivis dakwah yang harus kita hadirkan adalah cara pandang nubuwah: wa fii kulli khaiir. Dorongan terbesarnya adalah menemukan kebaikan dari dalam diri mereka. Menemukan dan mengoptimalkan kebaikan-kebaikan anak-anak para aktivis dakwah itulah tugas dan tanggung jawab setiap kita sebagai dai.

Mana mungkin sama sekali tidak ada kebaikan? Setiap kita dikaruniai potensi dan kebaikan oleh Allah Swt. Lagi pula, bukankah mereka lahir dari lingkungan aktivis dakwah, sejak kecil mereka telah dibiasa-kan dengan hal-hal baik, dan setiap saat mereka menyimak pemikiran dakwah terlontarkan dari orang-orang di sekitarnya. Pasti pengaruh kebaikan itu membekas dalam diri mereka. Dengan demikian, potensi kebaikan dalam diri mereka sangat besar. Tapi memang, kondisi masing-masing mereka berbeda. Jika ukuran penilaian kita cenderung pada puncak-puncak keunggulan, maka kita akan kurang peka menangkap kebaikan-kebaikan yang diperoleh dari proses pertumbuhan.

Jika ukuran keunggulan anak aktivis dakwah diletakkan sekadar pada pengetahuan keagamaan, maka kita agak kurang peka menangkap capaian-capaian kecil dari pertumbuhan. Kita nyinyir terhadap mereka yang masih ngevape, lalu kurang mengapresiasi kegigihan mereka untuk datang di kelas-kelas pembinaan. Kita peka dengan perilaku mereka yang dianggap urakan, tapi tidak memahami ketakziman mereka pada murabbinya. Kita sensitif dengan penampilan mereka, tapi tidak menangkap sisi tanggung jawabnya saat diminta mengelola agenda. Kita risih dengan pilihan jilbabnya yang modis, dan tidak menyadari bahwa dalam lingkungannya yang heterogen dia tetap menutup aurat dan mewarnai teman-temannya dengan kebaikan. Kita kerepotan dengan lontaran-lontaran pikirannya yang terkesan liberal, dan kurang jeli menangkap ide-ide kreatifnya bagi pengembangan komunitas dakwah.

Di hadapan objek dakwah, dai senantiasa berorientasi pada pertumbuhan. Dengan cara demikian, ia akan memiliki daya tahan untuk membersamai dan membimbing binaannya. Tanpa kesadaran pada pertumbuhan, seorang dai dan murabbi akan gampang didera putus asa.

Tapi memang sudah kelaziman, kita sering terjebak untuk menilai orang lain dari persepsi subjektif kita. Ukuran ukuran subjektif itu yang menjadikan kita lupa menyadari bahwa kebaikan itu memiliki spektrum yang sangat luas. Para sahabat Rasulullah Saw, pernah memberikan penilaian subjektif tersebut. Mereka memandang bahwa ruang kebaikan terbaik adalah jihad fisabilillah. Pandangan yang tidak salah, tetapi semestinya ia tidak menutup kenyataan bahwa ada spektrum kebaikan lain di luar jihad fisabilillah.

Abu Abdullah Al-Hafiz mengabarkan kepada kami, Abu Thayyib bin Abdullah Asy-Sya'iri mengabarkan kepada kami, Mahmasy bin 'Isham menceritakan kepada kami, Hafsh bin Abdullah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Thahman menceritakan kepadaku, dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas bin Malik r.a. bahwa dia berkata,

"Kami pernah berperang bersama Rasulullah Saw. di Tabuk. Setelah itu, melintaslah seorang pemuda gagah yang sedang mengembalakan kambing nya. Kami pun berkomentar, "Andaikan masa muda dan kekuatannya itu dia gunakan untuk berjihad tentu akan lebih baik."

Maka Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian ucapkan?"

Kami lalu menjawab, begini dan begitu.

Kata Beliau Saw. lagi,

"Kalau dia bekerja menghidupi kedua orang tuanya atau salah satunya maka dia di jalan Allah. Atau dia menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah. Kalau pun dia menghidupi dirinya sendiri maka dia juga di jalan Allah." (H.r. Baihaqi).

Dengan berorientasi pada pertumbuhan, mungkin kita akan mengurangi pandangan kalau anak-anak aktivis dakwah bermasalah. Mereka bukan manusia problematik. Mereka adalah pribadi-pribadi baik yang sedang tumbuh. Seorang pendidik akan melihat capaian-capaian pertumbuhan itu dengan sangat detail, lalu mendorong anak-anak itu mening-katkan capaian-capaian lainnya, sekecil apapun per-tumbuhan itu. Insya Allah kelak mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang jauh lebih matang.

Komentar