Jumat 14 November 2025






*ONE DAY ONE HADITS*

Jum'at, 14 November 2025 / 23 Jumadil awal 1447

*" Kemuliaan bagi Orang yang Mahir dan yang Berjuang Membaca Al-Qur'an "*



عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صل الله عليه وسلم:

"الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ،
وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ، لَهُ أَجْرَانِ."

رواه البخاري (رقم 4937) ومسلم (رقم 798)

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

"Orang yang mahir membaca Al-Qur'an akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat,
sedangkan orang yang membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala."
(HR. al-Bukhari no. 4937, Muslim no. 798)

Pelajaran yang Terdapat di dalam hadits :

1- Kemuliaan bagi yang mahir membaca Al-Qur'an. Orang yang fasih dan lancar membaca Al-Qur'an mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah, bahkan digolongkan bersama para malaikat yang mulia dan taat.
2- Motivasi bagi yang masih belajar dan terbata-bata. Kesulitan dalam membaca Al-Qur'an tidak mengurangi pahala, justru Allah memberikan dua pahala:
-Pahala membaca Al-Qur'an.
-Pahala karena kesungguhannya dalam menghadapi kesulitan.
3- Allah menghargai setiap usaha dalam ketaatan. Dalam ibadah, yang dinilai bukan hanya hasil, tetapi juga niat dan perjuangan seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
4- Tidak ada alasan untuk meninggalkan Al-Qur'an. Baik yang sudah lancar maupun yang baru belajar, semua memiliki kesempatan besar mendapatkan pahala dan kedudukan mulia.
5- Dorongan untuk terus memperbaiki bacaan. Meskipun Allah memberi dua pahala bagi yang kesulitan, hendaknya tetap berusaha memperbaiki bacaan agar semakin fasih dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur'an :

1- Bahwa membaca Al-Qur'an adalah bentuk "perdagangan" yang tidak akan rugi sesuai dengan hadits yang menjanjikan pahala dan kedudukan mulia bagi pembacanya, baik yang lancar maupun yang masih belajar.

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur'an), mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara sembunyi maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
agar Allah menyempurnakan pahala mereka dan menambah karunia-Nya kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri."
(QS. Fāṭir: 29–30)

2- Menekankan pentingnya membaca Al-Qur'an dengan tartil dan kesungguhan. Bagi yang berusaha meski terbata-bata, hal itu termasuk bagian dari perintah ini, karena Allah menghargai usaha untuk membaca dengan benar.

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

"Atau tambahkanlah (waktu malam untuk beribadah), dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan dan tartil (dengan bacaan yang benar dan indah)."
(QS. al-Muzzammil: 4)

3- memotivasi untuk terus membaca dan mempelajari Al-Qur'an, karena dengannya seseorang akan mendapat hidayah dan pahala besar sebagaimana dijanjikan dalam ayat ini.

 إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar."
(QS. al-Isrā': 9)

*"Hidup yang Lupa Bahwa Akan Hidup Selamanya"*

> "Manusia hidup di antara dua keabadian:

masa sebelum lahir yang tak diingat,
dan masa setelah mati yang tak berakhir.
Tapi anehnya, kita justru sibuk di bagian tengah — yang paling sebentar."

Setiap kali menoleh ke belakang, kita menyadari waktu berjalan tanpa menunggu.
Kita dulu bayi, lalu remaja, bekerja, berkeluarga…tahu-tahu pensiun, 
dan tiba-tiba kini duduk merenung, menatap garis usia yang makin tipis.

Semua yang kita sebut *"hidup"* ternyata hanya potongan kecil dari perjalanan panjang jiwa.
Kita bukan hanya lahir untuk bekerja, makan, dan mati.
Kita lahir — untuk kembali.

📖 Allah mengingatkan:

> "Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan permainan dan senda gurau.
Sedangkan negeri akhirat, itulah kehidupan yang sebenarnya,
kalau mereka mengetahui."
(QS. Al-'Ankabut: 64)

Anehnya, kita tahu dunia ini sementara,
tapi hampir semua tenaga, waktu, dan pikiran kita habis di sini.

Kita sibuk membangun yang fana,
sementara yang kekal, kita abaikan.
Kita takut miskin, tapi jarang takut mati.
Kita panik kehilangan uang, tapi tenang kehilangan iman.

Padahal kehidupan sejati bukan yang 60–80 tahun ini,
melainkan kehidupan setelah mati , yang selama-lamanya.

> "Khalidiina fiihaa abadaa."
(mereka kekal di dalamnya selama-lamanya)

Tapi kenapa manusia mudah lupa akan kekekalan?
Karena tertipu oleh rasa kimiawi, rasa bahagia yang semu, hasil cairan endorfin dalam tubuh.

Rasa itu muncul ketika sesuatu di dunia menyenangkan kita, macam-macam kegiatan yang menina bobokkan kita.
Tubuh mengeluarkan hormon bahagia endorfin, 
yang menenangkan sesaat, tapi segera hilang.

Maka manusia mengejarnya lagi.
Seperti meminum air laut — semakin diminum, semakin haus.

Padahal rasa bahagia sejati bukan hasil reaksi kimia,
tapi hasil sambungan ruhani.

📖 Allah berfirman:

> "Dialah yang menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang yang beriman,
agar keimanan mereka bertambah di atas keimanan yang telah ada."
(QS. Al-Fath: 4)

Itulah rasa Tuhan — sakinah, habbaba —
rasa yang turun dari langit, bukan naik dari tubuh.
Rasa yang tidak butuh sebab, tidak menunggu stimulus,
tapi datang sebagai anugerah kepada hati yang menyebut-Nya dengan cinta.

Inilah bahagia sejati:
rasa tenang yang tidak bisa dijelaskan,
rasa damai yang tidak tergantung suasana.
Dan rasa ini, hanya dimiliki orang yang sedang berjuang atau sudah menemukan arah hidupnya.

Maka sesungguhnya, dunia ini bukan tempat bersenang-senang,
tapi tempat berjuang untuk menemukan rasa Tuhan itu.
Perjuangan yang membahagiakan, bukan karena ringan,
tapi karena setiap langkahnya mendekatkan kita kepada yang kekal.

> Dunia ini bukan taman bermain, tapi ladang penanaman.
Siapa yang menanam iman, akan memanen keabadian.

Kalau selama hidup ini yang kita kejar hanya tawa dan kenikmatan tubuh,
maka jangan heran kalau nanti mati terasa gelap.
Karena rasa yang kita rawat selama hidup itulah yang akan kita bawa pulang.

Rasa dunia lenyap di kubur,
tapi rasa Tuhan tetap hidup.

📖 Allah berfirman:

> "Hai jiwa yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai."
(QS. Al-Fajr: 27–28)

Maka siapa yang hidupnya sibuk mencari dunia,
akan mati bersama kegelapannya.
Tapi siapa yang hidupnya sibuk mencari Tuhan,
akan mati dalam pelukan-Nya.

Waktu kita di dunia hanyalah interval kecil
antara dua keabadian.
Kalau seluruh hidup hanya dihabiskan untuk yang fana,
kita sedang hilang di tengah perjalanan menuju keabadian.

Sebelum kematian datang menutup mata,
ingatlah bahwa hidup ini bukan ujung —
ini hanya jembatan menuju yang sesungguhnya.

> Hidup yang sejati bukan yang masih berdetak,
tapi yang sudah tersambung dengan-Nya.

Subuh, 14 November 2025

Komentar