*TARBIYAH DZATIYAH*
Oleh: Irsyad Syafar
Apa itu Tarbiyah Dzatiyah? Yaitu upaya seseorang untuk membimbing dirinya sendiri agar menjadi lebih baik dan senantiasa mengalami peningkatan, baik dari segi ilmu, amal maupun iman. Tarbiyah dzatiyah dapat dilakukan secara mandiri, dan juga dapat dilakukan secara bersama-sama.
Tarbiyah dzatiyah adalah sebuah kewajiban (kemestian) bagi setiap individu muslim. Sebab dirinya sendiri yang akan dihisab oleh Allah dan dia sendiri yang akan mempertanggung-jawabkan amalannya di akhirat kelak. Sebagaimana Allah berfirman:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۗ وَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ.
Artinya: "Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya." (QS Fathir: 18).
Allah Ta'alaa juga berfirman:
كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ
Artinya: "Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya." (QS Al Muddatsir: 38).
Bahkan disaat seorang muslim berbuat dosa atau maksiat gara-gara disesatkan oleh orang lain yang diikutinya, tetap saja dia tidak akan terlepas dari siksa Allah di akhirat. Dan dia tidak akan bisa membebankan sebagian "siksa" tersebut kepada "sipenyebab" yang diikutinya. Semua akan berlepas diri. Allah Ta'alaa berfirman:
وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِن شَيْءٍ ۚ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ ۖ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ. (إبراهيم: 21).
Artinya: "Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah. Lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong (kuat): "Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri." (Ibrahim: 21).
Begitulah dialog mereka di hadapan Allah nanti ketika dihisab. Sipengikut merasa menyesal dan berupaya "ngeles" menyalahkan orang yang diikuti. Sedangkan orang yang diikuti juga akan berlepas diri dan tidak bersedia menanggung dosa para pengikutnya. Dan masing-masing akan berbicara sendiri-sendiri di hadapan hisab Allah, tanpa perantara tanpa penterjemah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ اللهُ، لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ. فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ، فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ.
(رواه البخاري). (4/198)
Artinya: "Tidaklah ada salah seorang dari kalian kecuali Tuhannya akan berbicara kepadaNya, tanpa ada seorang penerjemah pun sebagai perantara. Lalu dia melihat ke sebelah kanannya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke sisi kirinya, tidak ada yang dia lihat kecuali amal yang telah dia kerjakan. Dia melihat ke depannya, tidak ada yang dia lihat kecuali neraka di hadapan mukanya. Maka berlindunglah dari neraka walaupun dengan bersedekah setengah butir kurma." (HR Muslim).
Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk aktif mentarbiyah dirinya secara rutin, agar mengalami peningkatan ilmu, amal dan sekaligus iman. Dalam melakukan tarbiyah dzatiyah, ada beberapa sisi yang harus dilakukan:
Pertama, yang terkait dengan hubungan seorang hamba dengan Allah Ta'alaa, diantaranya:
1. Setiap hari merutinkan tilawah Al Quran dan mentadabburi isi kandungannya. Sebab, Al Quran itu adalah sumber hidayah yang paling utama. Tak akan mungkin mendapatkan hidayah bila tidak berinteraksi dengannya.
2. Merutinkan shalat wajib berjamaah dan bersemangat untuk menambahkan ibadah-ibadah sunat, seperti shalat sunat, puasa sunat, sedekah dan lain-lain sebagainya.
3. Menyediakan waktu setiap hari untuk berdzikir secara khusyuk dan tenang, baik di pagi hari maupun di sore sampai malam hari, dengan dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Karena dzikir merupakan bekal terbaik untuk menambahkan iman dan ketentraman hati.
4. Menyediakan waktu khusus, sebaiknya di sepertiga malam terakhir, untuk melakukan muhasabah diri. Menghitung sendiri kesalahan dan kelalaiannya atas kewajibannya kepada Allah. Kemudian menyegerakan taubat atas dosa dan kelalaian tersebut serta menutupinya dengan amal-amal shaleh.
Kedua, yang terkait dengan pemahaman ilmu agama. Sebab, tidak mungkin akan bertambah kualitas dan kuantitas amalan seorang muslim kalau ilmunya tidak bertambah. Dan amalan yang tidak dilandasi dengan ilmu yang memadai, bukan menjadi amalan yang menambah iman. Bisa jadi malah sebaliknya. Untuk itu, beberapa hal berikut mesti menjadi prioritas bagi setiap muslim:
1. Membaca buku-buku keislaman secara rutin, baik terkait aqidah, ibadah maupun muamalah. Juga membaca buku-buku yang terkait sirah (kehidupan) Rasulullah Saw, karena Beliau-lah teladan utama bagi kaum muslimin. Begitu juga kisah kehidupan para sahabat dan tabi'in yang merupakan salaf terbaik. Kabar baiknya, buku dan rujukan standar tentang itu sudah lumayan tersedia saat ini dalam bahasa Indonesia. Seharusnya setiap keluarga muslim memilikinya.
2. Mengikuti kajian atau majelis ilmu rutin pekanan yang membahas tema-tema yang runut dan tematik di masjid. Disamping memiliki kemuliaan dan keutamaan di sisi Allah, majelis ilmu seperti itu menjadi urgen karena banyak juga ilmu keislaman yang harus diterima langsung dari seorang guru (ustadz) yang kompeten. Bukan dengan membaca sendiri dari buku dan sejenisnya. Mengikuti kajian dan majelis ilmu ini semakin wajib hukumnya bagi orang yang tidak memiliki latar belakang ilmu agama. Dan tentu saja bukan kajian yang banyak tawa canda atau leluconnya.
Ketiga, dari sisi skil dan kecakapan hidup. Setiap muslim harus melatih dirinya untuk mampu memiliki berbagai keahlian dan kecakapan hidup. Sehingga dia menjadi seorang yang mandiri dan mampu memberi manfaat yang seluas-luasnya bagi orang lain. Muslim yang terbaik itu adalah yang mampu berdiri di atas kaki sendiri dan bermanfaat luas bagi orang lain. Seperti keahlian bertukang, berternak, bertani, berenang, membawa kendaraan bermotor, menulis, berdakwah, berdagang dan lain-lain.
Siapa yang tidak melakukan tarbiyah dzatiah dengan baik, sulit akan naik kelas dalam amalan dan keimanan. Malah sebaliknya, justru akan terseret kepada kefuturan (melemahnya iman) dan bahkan kemunafikan. Sebab, dia hanya menjadi orang baik saat bersama-sama dengan orang lain. Kalau sudah sendirian ia menjadi malas beribadah dan mudah berbuat dosa.
Imam Hasan Al Bashri pernah berkata:
علمت بأن رزقى لن يأخذه غيرى فاطمأن قلبى له، وعلمت بأن عملى لا يقوم به غيرى فاشتغلت به، وعلمت أن الله مطلع على فاستحييت أن أقابله على معصية، وعلمت أن الموت ينتظرنى فأعددت الزاد للقاء الله.
Artinya: "Aku mengetahui bahwa rezkiku tidak akan diambil oleh orang lain, maka hatiku menjadi tenang. Aku mengetahui bahwa amalanku tidak akan dikerjakan oleh orang lain, maka aku sibuk untuk menunaikannya. Aku menyadari bahwa Allah melihat diriku, maka aku malu akan bertemu denganNya dalam maksiat. Aku menyadariku bahwa kematian selalu menungguku, maka aku persiapkan diri untuk pertemuan dengan Allah."
Wallahu A'laa wa A'lam.
Komentar
Posting Komentar